![]() |
Kenduri Nasi Santan Suku Lembak, Bengkulu |
BENGKULU - Setiap suku di Indonesia berbagai macam tradisi dan adat istiadat tersendiri. Dari ribuan suku di tanah air tersebut, salah satunya ada suku Lembak di Provinsi Bengkulu. Suku Lembak atau yang dikenal dengan Masyarakat Lembak, merupakan bagian dari masyarakat Bengkulu.
Di masyarakat Lembak terdapat tradisi jelang panen raya. Dimana bercocok tanam di areal persawahan merupakan warisan leluhur masyarakat suku lembak, yang tersebar dibeberapa kapabupaten/kota di ''Bumi Rafflesia''.
Lantas seperti apa tradisi yang dihelat, jelang panen raya suku Lembak, di Kelurahan Dusun Besar, Panorama dan Jembatan Kecil Kota Bengkulu?.
Dalam tradisi itu, dua atau satu hari menjelang panen raya padi, petani suku Lembak menggelar doa bersama bersama petani-petani lainnya.
Doa bersama itu, dikenal dengan ''Kenduri Nasi Santan'' atau kenduri nasi uduk. Sebelum menggelar kenduri, tuan rumah telah memasak nasi uduk di rumah untuk dibawa ke sawah. Selain nasi uduk, tuan rumah juga menyediakan sesajian makanan lainnya. Seperti, telur rebus serta makanan ringan lainnya.
Sebelum digelar doa/kenduri atau makan bersama, jelas salah satu masyarakat Lembak pemilik lahan sawah di Kelurahan Panorama Kecamatan Singaran Pati Kota Bengkulu, S. Fadillah, tuan rumah mengajak tetangga pemilik areal sawah, yang berdekatan secara lisan untuk mengikuti kenduri nasi santan.
Selain itu, kata dia, pemilik lahan juga meminta tokoh agama masyarakat lembak untuk membacakan doa, saat kenduri berlangsung.
Dalam kata pengantar doa sembari membakar kemenyan, terang Fadillah, tokoh agama menyampaikan puji dan syukur atas tanaman padi yang sudah memasuki musim panen dan siap untuk dipanen.
Tidak hanya itu, lanjut dia, dalam kenduri itu tokoh agama memanjatkan doa kepada Allah SWT, serta mendoakan pendahulu atau nenek moyang masyarakat lembak, yang awal mulanya telah membuka areal persawahan serta para pendahulu masyakarat lembak lainnya.
Usai berdoa, sajian makanan yang telah disediakan tersebut disantap secara bersama berikut dengan sajian makanan lainnya
''Sejak saya lahir, tradisi ini sudah ada. Kita menyebutnya dengan nama 'Kendiri Nasi Santan', kalau sekarang disebut dengan nasi uduk,'' kata wanita kelahiran tahun 1959 ini, belum lama ini.
Perempuan kelahiran tahun 1959 ini menambahkan, kenduri nasi santan tersebut merupakan salah satu wujud puji dan syukur kepada Allah SWT, dimana tanaman padi sudah bisa dipanen pada musim kali ini. Tujuannya tidak lain, kata dia, agar musim tahun depan gabah padi bisa bertambah dan bebas dari hama penyakit.
Selain itu, kata dia, kenduri itu dilakukan setiap musim panen raya oleh masyarakat lembak yang memilik areal persawahan di Kelurahan Panorama, Dusun Besar dan sekitarnya. Dimana tradisi tersebut sudah secara turun menurun berlangsung dan dihelat oleh masyarakat lembak.
Hanya saja, sampai dia, dirinya tidak mengetahui persis sejak kapan tradisi nasi santan tersebut berlangsung. Ia memperkirakan, sejak zaman orangtuanya dahulu tradisi tersebut sudah berlangsung.
''ya, tahun berapa kita kurang tahu persis. Tradisi ini sudah ada sejak zaman nenek moyang kita dahulu yang telah secara turun temurun,'' sampai Fadillah.
Tidak sampai disitu, tambah tokoh masyarakat Lembak Kelurahan Jembatan Kecil Kecamatan Singaran Pati Kota Bengkulu, A Hanan, usai seluruh tanaman padi di panen, masyarakat Lembak kembali menggelar 'kenduri apam kuning' atau dikenal dengan oleh masyarakat lembak dengan nama 'Kenduri Merubu Batang Jerami' (Kendiri Memotong Batang Padi).
Dalam tradisi ini, sampai dia, tuan rumah kembali memasak kue apam untuk dibawa ke pondok sawah, guna menggelar doa bersama atas hasil gabah hasil padi yang telah dipanen agar membawa berkah serta hasil gabah padi musim selanjutnya dalam bertambah banyak dan terbebas dari serangan berbagai penyakit.
''Kenduri 'Kenduri Merubu Batang Jerami' sama seperti dengan kenduri nasi santan. Pemilik sawah mengundang tetangga pemilik sawah, dan mengundang tokoh agama. Tradisi itu salah satu wujud atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT, atas gabah padi yang sudah dipanen,'' ujar Hanan.
Hanya saja, aku Hanan, tradisi 'Kenduri Merubu Batang Jerami' sudah mulai ditinggalkan masyarakat lembak. Hal tersebut lantaran perkembangan zaman saat ini. Sehingga, kata Hanan, tradisi itu mulai luntur dan sudah jarang digelar ketika tanaman padi selesai dipanen.
Hanan kembali mengingat, 'Kenduri Merubu Batang Jerami' tersebut terakhir digelar sekira 10 tahun lalu di kawasan itu. Kala itu, adanya panen raya yang mengundang Wali Kota Bengkulu.
''Seingat saya 'Kenduri Merubu Batang Jerami' terakhir dilakukan sekira 10 tahun lalu. Saat ini 'Kenduri Merubu Batang Jerami' sudah sangat jarang digelar,'' ingat Hanan.
Ditemui terpisah, salah satu Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Gambung Jaya Kelurahan Panorama Kecamatan Singaran Pati Kota Bengkulu, Syahabudin menyampaikan, secara keseluruhan areal persawahan di Kelurahan Panorama, Dusun Besar dan sekitarnya mayoritas masih digarap oleh masyarakat Lembak. Sehingga, tradisi Kenduri Nasi Santan masih dihelat menjelang panen raya di daerah itu.
Tradisi Kenduri Nasi Santan, kata dia, masyarakat Lembak percaya jika hasil gabah padi bisa meningkat setiap musim panen dan terhindar dari berbagai macam serangan hama penyakit. Sehingga, kata dia, tradisi tersebut masih digelar setiap musim panen raya.
''Mayoritas areal persawahan di kawasan Dusun Besar, Panorama dan Surabaya diolah oleh masyarakat Lembak. Sehingga tradisi kenduri nasi santan masih terus berlangsung. Yang sudah jarang digelar itu kenduri kue apam atau 'Kenduri Merubu Batang Jerami','' ujar Syahabudin.
Ia menyebut, areal persawahan di Kelurahan Panorama dan Dusun Besar, Surabaya, tidak kurang dari ribuan hektare (Ha). Untuk Gapoktan Gambung Jaya, kata dia, memiliki anggota 23 orang. Dimana 23 orang itu memiliki luasan areal persawahan 13,5 Ha.
Setiap anggota, jelas dia, memiliki areal persawahan bervariasi. Mulai dari satu ha, setengah Ha, seperempat ha, dua per tiga ha areal persawahan. Dimana areal persawahan itu ditanami padi secara keseluruhan dengan bibit yang bervariasi. Mulai dari, bibit padi jenis Mekongga, IR, pandan wangi dan cigeulis.
Setiap musim panen, lanjut Syahabudin, untuk satu ha lahan bisa menghasilan gabah 5,4 ton gabah, jika setengah Ha lahan petani bisa menghasilkan gabah padi sekira 2,7 ton gabah kering. Dimana jumlah tersebut, kata dia, tergantung dengan hama penyakit yang sedang menyerang tanaman padi pada setiap musim turun tanam.
''Satu hektare lahan bisa mendapatkan 120 karung beras ukuran 45 kg. Jumlah itu setara dengan 5,4 ton gabah padi kering,'' jelas Syahabudin.
''Hasil gabah yang diperoleh setiap musim panen tersebut, merupakan wujud syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan. Sehingga tradisi kenduri nasi santan masih terus digelar masyarakat Lembak menjelang panen raya pada setiap musim panen,'' demikian Syahabudin.