![]() |
Dermaga yang diketahui sebagai peninggalan zaman penjajahn Portugis di Pulau Tikus |
Pulau ini terletak di perbatasan Samudera Hindia, berjarak sekira 10 kilometer (Km) di sebelah barat Bengkulu.
Selain menyimpan pesona keindahan alam, pemandangan laut yang menawan serta keindahan daratan yang tak kalah cantik. Pulau ini juga memiliki cerita historis tersendiri.
Konon, pulau ini dijadikan tempat persinggahan kapal besar, dari penjajah, seperti Portugis.
Kondisi ini diperkuat dengan masih adanya 8 buah jangkar besar, yang berada di sebelah utara Pulau Tikus atau sekitar 500 meter dari bibir pantai Pulau Tikus.
Tidak hanya itu, di lokasi ini juga terdapat bekas dermaga yang diketahui sebagai tempat bersandarnya kapal penjajah.
Nelayan Pulau Tikus, Damri mengatakan, satu dari 8 jangkar peninggalan zaman penjajahan tersebut terbuat dari tembaga, yang beratnya mencapai 2 ton. Menurut cerita, kata Damri, jangkar tersebut dihuni oleh mahluk halus.
Semasa itu ada salah seorang nelayan yang ingin memotong tembaga jangkar. Namun, usaha pemotongan tersebut tidak berhasil. Bahkan, nelayan tersebut jatuh sakit.
''Menurut cerita terdahulu, jangkar itu merupakan peningglan Portugis. Waktu itu pulau tikus ini diketahui sebagai tempat persinggahan kapal-kapal besar. Pulau ini sudah ada sejak dahulu, kalau tahunnya saya kurang tahu persis,'' kisah Damri, yang telah 20 tahun berada di Pulau Tikus.
Bukan hanya, jangkar, dermaga, peninggalan zaman penjajahan. Di pulau yang berada di wilayah perairan Kota Bengkulu atau berdekatan dengan Bagansiapiapi sekitar 72,4 km ini, juga memiliki keramat Syeh Haji Kamil.
Pulau Tikus terdapat satu keramat ulama, Syech Haji Kamil. Keramat itu, berada di sebelah timur Pulau Tikus. Semasa itu, kata pria yang akrab disapa Wan Damri ini, ada kapal besar yang terdampar di Pulau Tikus. Hal tersebut, dikarenakan air laut tengah surut. Sehingga kapal besar itu tidak bisa berlayar.
Melihat kejadian itu, cerita Wan Damri, Syech Haji Kamil menunaikan salat di Pulau Tikus, meminta pertolongan Yang Maha Kuasa, agar diberikan ombak besar. Tidak lama kemudian, tambah dia, ombak besar pun datang, dan pada akhirnya kapal besar itu kembali berlayar.
Keberadaan keramat itu, dulunya berada di dalam Pulau Tikus. Namun, seiring dengan adanya abrasi air laut. Keramat tersebut sudah hilang tergerus abrasi. Bahkan, keramat itu, sudah dipindahkan sebanyak 5 kali. Terhitung sejak tahun 1980, 1985, 1990, 1995 dan terakhir tahun 2000.
''Sekarang posisi keramat itu sudah hilang terkena abrasi. Kalau posisinya sekarang sekitar 10 meter dari bibir pantai sebelah timur. Kiyai itu diketahui dari Bintuhan, Kabupaten Kaur, dia memiliki kesaktian. Nelayan sini menyebutnya Keramat Batu Cengkeh,'' ingat bapak tujuh orang anak ini.
Selain keramat Syech Haji Kamil, tambah dia, di Pulau Tikus juga memiliki penunggu mahkluk halus, berwujud anak kecil, sosok pria dan wanita bertubuh besar. Bahkan, nelayan juga sempat melihat anak kecil yang tengah duduk sendiri ditepi pantai.
Selain itu, kata dia, salah seorang nelayan yang lagi mancing di pinggir pantai Pulau Tikus, sempat 'dikerjai' penunggu Pulau Tikus, yang mana saat itu nelayan sedang mancing secara tiba-tiba nelayan merasa berada di tengah laut. Sehingga dirinya mesti ketepian dengan berenang.
Terlebih lagi, kata Wan Damri, ada jasad nelayan yang tergulung ombak di Pulau Tikus beberapa tahun lalu, hingga saat ini belum ada ditemukan.
''Nelayan itu dalam imajinasinya berada di tengah laut. Pada hal dia hanya ditengah. Seketika itu dia berenang, untuk menuju tepi. Saat sadar dia hanya berada di tepi pantai,'' kisah Wan Damri.
''Disini sempat juga ditemukan tengkorak manusia berikut tulang benulangnya, kita tidak tahu apakah itu tengkorak zaman penjajah atau tidak,'' cerita Damri lagi, diamini nelayan Pulau Tikus lainnya, Bambang Irawan.
Ditemui terpisah, Petugas Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok Menara Suar Tikus DSI 2430, Kusnadi (53), mengakui, jika di Pulau Tikus memiliki penunggu mahluk halus, berwujud anak-anak dan wanita.
Sewaktu itu dirinya tengah menelepon anggota keluarga yang berada di pulau Jawa. Saat berbicara via telepon, dari anggota keluarga menyebutkan jika ada banyak suara anak kecil yang berada di PUlau Tikus. Sementara, kata dia, hal tersebut sama sekali.
''Saya sudah cek dan lihat sendiri tidak ada anak kecil disini (Pulau Tikus,red),'' kisah pria yang sudah 30 tahun menjaga pulau-pulau terluar di Indoensia ini.
Bangunan Menara Suar Tikus DSI 2430 sudah beberapa kali dilakukan pemindahan, dan terakhir dipindahkan tahun 2010 lalu.
Saat pembangunan bangunan rumah dengan luas sekitar 12 meter x 12 meter itu, tukang bangunan sempat menemukan tiga kerangka manusia, saat menggali pondasi bangunan.
Mendapati hal itu, tiga kerangka manusia tersebut dipindahkan ke sebelah barat pulau tikus. Namun, tidak dapat memastikan apakah tiga tengkorak itu adalah sepeninggalan zaman penjajah terdahulu atau tidak.
''Tengkorak manusia itu sudah kita kuburkan lagi dan kita pindahkan. Namun, kita tidak tahu apakah itu tengkorak zaman dulu atau tidak,'' jelas pria kelahiran, Kuningan, 8 April ini.
Di Pulau Tikus terdapat satu kuburan yang dianggap dikeramatkan 'Syech Haji Kamil' oleh nelayan. Hal tersebut, ditandai dengan acap kalinya melihat nelayan yang memberikan sesajen di tepi pantai dekat keramat.
Meskipun demikian, selama bertugas di Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok Menara Suar Tikus DSI 2430, dirinya belum ada diganggu oleh penungu Pulau Tikus.
''Sesajen itu berupa pisang emas, daging ayam, daging kambing yang kepalanya di kubur. Alhamdullillah, selama saya bertugas di sini belum ada diganggu,'' tutup, bapak dari 8 orang ini.