Link Khusus

ads here

Danau yang Indah Itu Dihuni Buaya Buntung

advertise here
Danau Dendam Tak Sudah
BENGKULU - Obyek wisata Danau Dendam Tak Sudah (DDTS), nama danau ini memang terasa unik, aneh, menakutkan dan menyeramkan. Danau yang terletak di Kelurahan Dusun Besar Kecamatan Singaran Pati Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu ini belum seakrab danau-danau besar. Seperti Danau Toba di Medan, Sumatera Utara, Danau Maninjau dan  Danau Singkarak di Sumatera Barat dan Danau Ranau di Lampung.

Untuk menuju ke lokasi obyek wisata ini tidak sulit, dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi, baik roda dua maupun roda empat, jika dari Bandara Fatmawati berjarak sekitar 6 kilometer (km), yang memakan waktu sekitar 30 menit perjalanan. Ditepi danau oleh warga setempat membangun pondok-pondok, yang menawarkan berbagai jenis makanan. Mulau dari Jagung Bakar, Kelapa Muda, serta berbagai menu minuman lainnya. 

Di Danau ini terdapat banyak mitos mistis, mulai dari Buaya Buntung yang konon disebut sebagai penunggu danau oleh orang suku Lembak. Meliputi yang meliputi 13 kelurahan di Kota Bengkulu. Yakni, Kelurahan Tanjung Jaya, Tanjung Agung, Semarang, Bentiring, Surabaya, Dusun Besar, Panorama, Jembatan Kecil, Pagar Dewa, Sukarami, Pekan Sabtu, Desa Kandang dan Betungan. 

Selain mitos buaya buntung, juga terdapat keramat Pintu Air atau keramat Sapu Jagat, yang terletak di pintu masuk Danau Dendam Tak Sudah. Di Danau yang memiliki flora unik, Anggrek Pensil (Vanda Hookeriana,red), yang diyakini hanya tumbuh di kawasan ini, juga terdapat sebuah keramat Danau yang dijaga oleh Harimau Hitam atau harimau Hitam dan Rusa Kelabu. 

Untuk Buaya buntung, di danau yang hanya berjarak sekira 6 km dari pusat Kota Bengkulu itu, sudah dikenal oleh seluruh warga suku Lembak. Menurut cerita orang terdahulu warga setempat, buaya dari Danau Dendam Tak Sudah, bertarung melawan buaya asal Lampung, Provinsi Lampung di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. 

Dalam pertarung tersebut, buaya dari Danau Dendam tak Sudah berhasil mengalahkan buaya asal Lampung. Hanya saja, dalam pertarungan itu, buaya dari Danau Dendam Tak Sudah kehilangan ekor. Konon pada saat itu, buaya buntung Danau Dendam Tak Sudah bersumpah pada buaya asal Lampung, dengan kutukan 'Kalau main ke danau Dendam Tak Sudah Tidak akan dikasih makan,'. Konon sejak adanya dendam buaya tersebut, maka danau disebut warga setempat menyebutnya dengan Danau Dendam Tak Sudah.

Diceritakan, warga asli suku Lembak, Kelurahan Dusun Besar, Kota Bengkulu, Syaipul Anuar, jika buaya buntung sering muncul menjelang perayaan hari besar, seperti Hari Raya Idul Fitri. Selain itu, pria penjaga dan perawat Anggrek Pensil di Danau Dendam Tak sudah ini menyebutkan, warga yang mendirikan pondok jualan di sekitar Danau Dendam Tak Sudah, menjelang hari raya Idul Fitri selalu menghentikan aktivitas. Mulai dari mencari ikan, berjualan serta kegiatan lainnya. 

Tidak hanya itu, kemunculan buaya buntung juga dimitoskan, jika muncul ke permukaan akan terjadi bencana yang akan melanda Kota Bengkulu. Hal tersebut sempat terjadi beberapa hari sebelum gempa besar yang terjadi di Bengkulu. Saat itu, bengkulu digoyang gempa dengan kekuatan 7,3 Skala Richter (SR) tahun 2000 dan gempa besar ditahun 2007 berkekuatan 7,9 SR, buaya buntung sempat muncul kepermukaan danau.

''Bukan sembarang orang yang bisa lihat buaya buntung di danau dendam tak sudah itu. Bukan juga orang sakti, terkadang orang biasa juga bisa melihat buaya buntung di danau. Saat buaya itu muncul ke permukaan danau, ada yang melihat buaya buntung kecil, ada juga yang melihat buya buntung itu besar dan panjang. Sampai sekarang buaya itu masih ada di danau,'' kata Syaipul Anuwar, yang akrab disapa Do Way ini, beberapa waktu lalu.

Danau yang saat ini menjadi kawasan Cagar Alam Dusun Besar (CADB) tersebut, juga memiliki mitos lainnya, kuburan keramat ’Sapu Jagat’ atau keramat Pintu Air. Menurut sejarah, orangtua terdahulu suku Lembak, jika keramat tersebut merupakan keramat orang sakti, yang memilki seluruh ilmu se Jagat Raya. 

Syaipul mengisahkan, nama keramat Sapu Jagat diambil dari orang terdahulu waktu zaman lampau. Nama keramat tersebut disebut warga Suku Lembak, 'Keramat Pitu Ayo', yang berarti Keramat Pintu Air. Ada juga warga Suku Lembak menyebut nama keramat itu dengan nama Keramat 'Jalan ke Ayo'. Sayangnya, nama penghuni keramat tersebut, belum diketahui secara persis. Mengingat, sejarah keramat tersebut sudah ada sebelum penjajah datang ke Kota Bengkulu. 

''Kalau orang sini mau ikut lomba mengaji, adzan dam lomba salat, bisanya pergi keramat Sapu Jagat. Selain itu, warga suku Lembak usai panen padi, selalu membawa kue apam ke keramat sebagai bentuk syukur atas hasil panen padi yang melimpah, syukuran ini masih diterapkan warga sini,'' cerita pria kelahiran, Bengkulu tahun 1966 ini. 

Cerita kesaktian Keramat Sapu Jagat lainnya, dilanjutkan Do Way, waktu zaman dulu adanya penjajah Inggris, yang ingin masuk ke kawasan Danau Dendam Tak Sudah, untuk menyerbu warga Suku Lembak. Namun, niat penjajah tersebut urung lantaran keramat Sapu Jagat menghalau, penjajah dengan menurunkan Hujan Abu. Sehingga penjajah pun tidak bisa melintasi jalan Danau Dendam Tak Sudah.

Ia mengatakan, jika ada orang yang tenggelam saat mandi di Danau Dendam Tak Sudah, orang terdahulu juga menyebutkan jika ingin cepat ditemukan, maka meminta petunjuk dengan Allah. S.W.T, melalui keramat Sapu Jagat agar memberikan petunjuk atas keberadaan jasad orang yang tenggelam di dalam Danau Dendam Tak Sudah. 

''Ini hanya cerita orang terdahulu. Balik lagi, dengan sejarah saya hanya mendengar cerita terdahulu. Kita meminta itu dengan sang pencipta, jadi keramat itu sebagai penyampaian doa yang kita minta dengan sang pencipta agar lebih dimudahkan dan diberikan petunjuk,’’ imbuh Syaipul.

Disekitar danau yang memiliki luas sekitar 577 Hektare (Ha) dengan luas permukaan danau sekitar 67 Ha ini, juga terdapat keramat danau, yang konon dijaga oleh Harimau Hitam dan Rusa Kelabu. Pria pelestari Anggrek Pensil disekitar Danau Dendam Tak Sudah ini juga mengisahkan, jika di keramat danau tersebut ada seekor Harimau Hitam dan Rusa Kelabu, menurut cerita orang terdahulu, kata dia, harimau dan rusa tersebut sebagai penjaga warga suku Lembak, di 3 Kelurahan. Seperti Kelurahan Dusun Besar, Jembatan Kecil dan Kelurahan Panorama. 

''Waktu itu ada proyek pembangunan jalan di sekitar keramat danau, yang terkena keramau. Tapi, waktu ingin digusur alat berat tidak bisa berjalan, dari situ maka proyek pembangunan jalan dialihkan ke tempat lain. Ada juga waktu itu, sopir truk yang melihat Harimau Hitam dan Rusa Kelabu sedang berjalan beriring, setelah melihat itu sopir tidak bisa tidur selama 5 hari lima malam. Dia baru bisa tidur setelah ada syukuran di keramat danau,'' kisah Syaipul. 

Danau yang memiliki debit air 20 juta meter kubik yang dapat mengaliri air ke areal persawahan di Kelurahan Dusun Besar, Panorama, Semarang, Tanjung Agung dan Tanjung Jaya mecapai 1.000 Ha ini juga terdapat fauna. Seperti kera ekor panjang, lutung, burung kutilang, babi hutan, ular phyton, siamang, siput dan berbagai jenis ikan termasuk ikan langka, seperti kebakung dan palau.

Suami dari Kaedah ini mengatakan, jika didalam Danau Dendam Tak Sudah terdapat ikan Patin dan ikan Emas, yang beratnya dari 20 kg hingga 36 kilogram. Ikan tersebut merupakan ikan yang dilepas pada tahun 1980-an oleh anggota TNI, yang mana hingga saat ini ikan tersebut masih berada didalam danau.

Saat disinggung masalah nama Dendam Tak Sudah, Syaipul menceritakan, masa penjajahan Belanda menduduki Indonesia tahun 1917-an, yang mana saat itu, Belanda memutuskan membuat danau buatan untuk mengairi irigasi areal persawahan. Namun, semasa itu penjajah Belanda, tengah disibukkan dengan perperangan di wilayah Eropa. 

Sehingga Dam yang dibuat di Danau Dendam Tak Sudah, ditinggalkan begitu saja. Untuk beranjak ke wilayah Negara Eropa untuk melanjutkan perperangan. Dengan tidak selesainya, pembangunan Dam tersebut maka warga setempat menambah nama Dam menjadi Dendam Tak Sudah.

''Sebenarnya nama Danau Dendam Tak sudah itu diambil dari nama DAM yang tidak selesai dikerjakan. Namun, dari cerita orangtua dulu ada kisah pertarungan Buaya dari Danau Dendam Tak Sudah dengan Lampung, yang memiliki dendam, makanya disebut dengan Dendam Tak Sudah. Kalau kisah yang selama ini ada yang mengatakan sepasang muda-mudi yang cintanya ditolak, saya rasa itu kurang pas, cerita ini saya peroleh dari orangtua terdahulu asli sini,'' pungkas Syaipul.(**)