Link Khusus

ads here

Wisata Religi ke Masjid Bengkok yang Dibangun Saudagar Tionghoa

advertise here

Foto Istimewa.
SUMATERA UTARA - Senja baru saja hilang dari peraduannya. Rintik-rintik tetesan air dari langit perlahan tumpah membasahi aspal gersang di jalan Masjid kota Medan, Sumatera Utara yang beberapa waktu belakangan didera suhu panas yang  menyengat.

Air yang turun tanpa aba-aba tersebut pun membuat banyak orang berlarian mencari tempat berteduh. Ada yang memilih menepi dipinggiran toko toko onderdil yang belum tutup, ada juga begegas memilih masjid di Gang Bengkok.

Di teras masjid itulah, orang-orang yang berteduh dari guyuran hujan tadi saling berbaur dengan jamaah lainnya karena sama-sama baru usai menyelesaikan salat Magrib. Tidak hanya masyarakat pribumi, namun ada beberapa masyarakat Tionghoa yang berbaur disana. Semuanya tampak hangat mengobrol dengan sesama temannya meski dipeluk dinginnya hembusan angin senja.

Masjid Bengkok atau Masjid Lama, bisa dibilang sebagai saksi peradaban dari sebuah symbol keberagaman. Masjid yang digunakan untuk ibadah kaum muslim ini bangun saudagar Tionghoa.

Pengurus Masjid Nasrun Tanjung mengatakan, masjid di gang bengkok ini bernama Masjid Lama Medan, dibangun bersamaan dengan awal perkembangan Kota Medan. Lokasinya berada di Kelurahan Kesawan. Tepatnya, di Jalan Mesjid.

Di atas pertapakan tanah yang di wakafkan oleh Datuk Kesawan atau Muhammad Ali, masjid tersebut di dirikan Kapitan Cina bernama Tjong A Fie pada tahun 1890, yang setelah usai pembangunan kemudian diserahkan ke Sultan Deli Makmun Arrasyid.

Di lihat dari segi arsitekturnya Masjid Lama punya keistimewaan, sebab ada perpaduan arsitektur berunsur Tionghoa, Parsi, Romawi dan hiasan ornament Melayu. Oleh karena itu pula pembangunan masjid ini sekaligus menggambarkan kerukunan etnis di Medan sejak zaman penjajahan.

Atapnya melengkung, puncaknya berbentuk payung dan dibagian-bagian tertentu dipasang hiasan ornament Melayu bermotif lebah bergantung. Semua dimaknai sebagai tempat yang mengayomi.

Di bagain dalam masjid, sampai kini masih terdapat benda-benda bersejarah yang tetap dilestarikan, yakni mimbar khatib jumat yang merupakan bangunan tinggi terbuat dari kayu dengan jumlah tangga undakan sebanyak 13.

Kemudian ada lagi mimbar tinggi tempat qori membaca al-quran dan mengumandangkan adzan saat salat Jumat. Bangunan ini berkaki empat dengan panjang sekira 2,10 meter dan lebar 1,90 meter, serta tinggi 2,20 meter, yang hingga kini masih digunakan meski zaman sudah berbalut ke moderenan.

Memasuki bagian dalam ruang utama masjid dengan lebar kira-kira 18x18 meter, terdapat empat tiang penyangga berdiameter lingkaran 2,10 meter. Tiang dengan bentuk dan jenis yang persis sama, seperti di Istana Tjong A Fie yang terletak di Jalan Ahmad Yani. Oleh karena itu diperkirakan pula bahwa arsitek yang membangun Istana Tjong A Fie juga arsitek Masjid Lama Medan.

Sedangkan ibagian luar gedung, juga terdapat topangan tiang yang sama dengan jumlah 16 tiang segi empat. Dimana lebar sisinya kurang lebih 50 cm dan tinggi lebih kurang 5 meter. Masjid lama Medan awalnya diperluas pada 1950-an dan sekarang ini dapat menampung jamaah salat jumat sebanyak lebih kurang 2.000 orang.

Sejak awal pembangunannya, sudah ada menara setinggi lebih kurang 15 meter. Kini dinding menara sudah dilapisi keramik. Kemudian ditambah dengan pembangunan kantor dan perpustakaan masjid pada tahun 1978.

Sebagai Kota yang menuju metropolitan, Medan merupakan symbol kerukunan beragama. Sebab di tengah derap pembangunan kota yang kian menggeliat dalam mempercantik diri, ada banyak rumah ibadah yang saling bersandingan. Sejak puluhan tahun, masyarakatnya saling toleransi dan tetap rukun di tengah perbedaan.

Penulis : @rerereririri