![]() |
tradisi ritual adat ''Penunggu Dusun'' |
BENGKULU - Setiap daerah memiliki kebudayaan dan tradisi ritual adat, yang secara turun menurun telah digelar. Seperti halnya, tradisi ritual adat ''Penunggu Dusun'', di Desa Pring Baru Kecamatan Talo Kecil Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu.
Ritual adat ini merupakan peninggalan leluhur masyarakat, Pring Baru. Konon, tradisi adat ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu, yang hingga saat ini masih terus dihelat oleh warga setempat.
Ritual ''Penunggu Dusun'' hanya digelar setiap tahun ini, merupakan salah satu bentuk untuk memanjatkan syukur dengan sang pencipta Allah SWT yang telah memberikan rezeki, kesehatan, hasil pertanian melimpah dan terhindar dari mara bahaya serta serta mendoakan para leluhur terdahulu.
Dalam prosesi ini, terdapat empat ritual yang harus dikerjakan masyarakat setempat. yakni, sedekah di sumber mata air didalam desa setempat atau disebut sedekah empat bang, lalu sedekah di perbatasan jalan desa atau disebut dengan muka lawang. Kemudian, sedekah di laman rumah atau ditengah jalan desa dan terakhir sedekah bubur yang digelar didalam rumah salah satu tokoh masyarakat setempat.
Sebelum menggelar ritual, pemangku adat dan tokoh masyarakat setempat mempersiapkan berbagai sesajen untuk dibawa keempat lokasi tersebut. Bahannya, lemang putih, lemang hitam, lemang manis, lemang kuning, telur, sarabih, kemenyan, getih padi, sirih, bambu, dan rotan.
Oleh masyarakat setempat, ritual ini digelar ba'da salat asyar, yang mana prosesi ini diawali dengan tokoh adat, tokoh masyarakat membawa sesajen dari rumah ke sumber mata air. Dimana sedekah empat bang itu mereka membawa sesajen, empat macam.
Seperti lemang putih, lemang hitam, lemang kuning dan lemang manis. Kemudian, bubur hitam, bubur kuning, bubur manis, bubur putih. Lalu, serabih hitam, serabih kuning, serabih manis dan serabih putih, telur ayam kampung, bara api, bambu kemenyan dan daun sirih.
Dimana sesajen itu dibawa menggunakan tempat yang cukup besar. Disana mereka memanjatkan doa kepada sang pencipta sembari membakar kemeyang. Usai membacakan doa, sesajen yang dibawa kembali dibawa pulang ke rumah. Sementara bara api, daun sirih, telur, bambu, diletakkan di lokasi tersebut.
Ritual berlanjut dengan sedekah muka lawang atau disebut dengan sedekah tiga bang. Dalam sedekah ini, sesajen yang disiapkan masih sama dengan sedekah empat bang. Hanya saja yang membedakannya hanya tidak adanya lemang hitam, bubur hitam.
Sedekah ini digelar di jalan peerbatasan desa. Dalam prosesi ini juga tokoh adat dan masyarakat juga memanjatkan doa kepada sang pencipta, agar pintu rezeki diberikan kepada masyarakat setempat.
Prosesi berlanjut dengan sedekah di halaman rumah atau di tengah jalan desa. Dimana, sesajen yang disiapkan berneda dengan pada prosesi sedekah empat bang dan tiga bang. Disini sesajen berupa puncung belantang atau Jambar, tanpa adanya lemang empat macam. Meskipun demikian, panjatan doa dalam prosesi ini masih tetapt sama dengan prsoese sebelumnya.
Terakhir, ritual ''Penunggu Dusun'', tokoh masyarakat dan adat menggelar sedekah bubur di dalam rumah salah satu tokoh masyarakat, yang mana dalam ritual ini tuan rumah menyediakan bubur, lemang putih, kuning, hitam dan manis.
Dalam prosesi ini, air minum yang disediakan pun berupa air kepala muda. Namun, tuan rumah juga menyajikan makan ringan dan minuman lainnya. Diprosesi terakhir ini juga diiringi dengan memanjatkan doa kepada sang pencipta.
Tokoh masyarakat setempat, Walana (48) menceritakan, jika tradisi ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu, yang merupakan peninggalan nenek moyang mereka. Prosesi ini, kata dia, melibatkan seluruh masyarakat setempat. Mulai dari bahan untuk sajian dalam ritual, masak-memasak serta lainnya.
Ritual ini, lanjut dia, merupakan salah satu wujud syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan limpahan rezeki, kesehatan, serta terhindar dari mara bahaya dalam satu tahun terakhir. serta mengirimkan doa untuk para leluhur kita terdahulu.
''Semua bahan diperoleh dari sumbangan dari masyarakat desa dan ini tradisi ini hanya digelar setiap satu tahun sekali,'' kata Walana, beberapa waktu lalu.
Jika ritual ini tidak digelar, sambung tokoh masyarakat lainnya Tahardin, konon masyarakat setempat akan mendapatkan berupa bencana. Mulai dari sakit-sakitan, bencana alam, orang tandang meninggal atau pendatang akan meninggal dunia ketika memasuki desa, kebakaran terjadinya perbuatan zina. Sehingga, kata dia, masyarakat setempat rutin mengggelar tradisi setiap akhir tahun atau tepatnya turun tanam ke sawah.
Ditambahkan Tahardin, tradisi ini juga memanjatkan doa agar konflik dengan salah satu perusahaan tandan buah segar (TBS) dapat berakhir, yang mana perusahaan itu diduga telah mencaplok lahan perkebunan masyarakat.
''Ini tradisi yang mesti kita gelar setiap tahun, agar terhindar dari mara bahaya dan sumber penyakit bagi masyarakat sini (Pring Baru),' jelas Tahardin.
Sementara itu, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu, Def Tri Hamri mengatakan, ritual tradisi ''Penunggu Dusun'' fakta yang tidak dapat dipatahkan. Sebab, kata dia, tradisi ini masih mengakar dan dilestarikan oleh masyarakat adat Desa Pring Baru.
Namun, kata dia, investasi perusahaan TBS didalam desa ini mengancam tradisi ini. Dimana, seluruh bahan dalam prosesi tradisi ini terdapat dalam hutan di wilayah tersebut. Ditambah, areal perkebunan masyarakat yang sejak dulunya telah digarap diduga dicaplok oeh perusahaan.
''Pemerintah gagal mengawal tradisi yang sampai saat ini masih dilestarikan masyarakat Pring Baru. Tradisi ini terancam oleh perusahaan yang sudah menggarap lahan. ya, bahan dalam tradisi ini berasal dari dalam hutan. Jika bahan itu sudah tidak ada lagi, secara tidak langsung akan mengancam tradisi asli pribumi,'' demikian Def Tri.(**)